Oleh : Fajar S Pramono *)
Apa yang terlintas di benak seorang pengusaha manakala ia memandang bahwa prospek usahanya begitu besar, namun terbentur ketiadaan modal tambahan?
Tentu, si pengusaha akan berusaha menarik investor ke dalam usahanya. Dan salah satu investor yang seringkali diharapkan adalah lembaga pembiayaan, dalam hal ini lembaga perbankan.
Memang, hingga saat ini, bank masih menjadi pilihan utama sebagian besar pengusaha yang membutuhkan tambahan modal bagi pengembangan usahanya. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi. Antara lain, adanya kejelasan regulasi, termasuk di dalamnya adalah kejelasan –bahkan kepastian hukum– mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak (pemberi hutang/bank dan penerima hutang/debitur).
Kejelasan regulasi muncul karena salah satu fungsi bank sebagai lembaga intermediary yang menyalurkan dana pihak ketiga kepada pihak yang membutuhkan. Artinya, kredit telah menjadi suatu produk keluaran bank, sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan kredit telah jelas diatur.
Kepastian hukum juga muncul karena perjanjian kredit antara bank dengan debitur senantiasa dilakukan secara notariil.
Ini tentu sangat berbeda dengan hubungan utang-piutang antara Anda dengan seorang kawan misalnya. Kesepakatan yang terjadi memang sangat flexible dan negotiable, yang bisa jadi akan menguntungkan Anda sebagai pebisnis. Misal, kesepakatan mengenai kompensasi (bunga) atau jangka waktu pengembalian.
Namun di sisi lain, sifat perjanjian yang cenderung sangat lentur, mencipatkan kepastian hukum kabur. Secara ekstrim, isi kesepakatan cenderung mudah disalahartikan atau bahkan disalahgunakan untuk menguntungkan salah satu pihak. Akhirnya, bukan hanya hubungan utang-piutang yang bermasalah, namun hubungan pertemanan pun bisa menjadi runyam.
Masalahnya sekarang, bagaimana agar upaya menarik investor permodalan dari sebuah lembaga perbankan bisa secara mulus kita dapatkan?
Untuk mengantar kepada kesuksesan permohonan kredit ke bank, berikut ini akan saya sampaikan beberapa hal yang sebaiknya dilakukan, tidak dilakukan dan dihindari oleh pemohon kredit.
DO : apa yang harus diketahui, dipersiapkan, dimiliki dan dilakukan
1. Usaha telah berjalan dan menguntungkan
Apa kepentingannya? Ya, bank berkepentingan mengetahui kondisi past performance usaha Anda. Pendek kata, bank butuh bukti bahwa usaha yang Anda jalankan merupakan usaha yang mampu hidup dan bertahan, memiliki pasar yang baik, dan mampu menghasilkan keuntungan. Termasuk di dalamnya, adalah kemampuan Anda pribadi dalam mengelola usaha.
Secara umum, bank butuh keyakinan bahwa Anda mampu menjalankan usaha minimal 2 – 3 tahun, dan telah menghasilkan laba positif setidaknya pada satu periode tahun terakhirnya. Ini mutlak, mengingat hanya usaha yang terbukti profitable yang dinilai akan mampu mengelola kredit sekaligus memastikan pengembaliannya.
2. Terpenuhinya aspek legalitas
Aspek legalitas/perijinan usaha merupakan bentuk pengakuan pihak ketiga atas usaha yang Anda jalankan. Pengakuan ini berarti pula adanya kepastian hukum atas eksistensi usaha, adanya persetujuan dari masyarakat sekitar sehingga tidak berpotensi konflik, serta telah memenuhi kewajiban sebagai “warga negara” yang baik, semisal dalam hal pembayaran pajak.
Perijinan minimal yang harus dimiliki adalah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Surat Ijin Usaha Perusahaan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Apapun bentuk usaha Anda –perorangan maupun badan hukum– harus memiliki syarat legal minimal ini. Khusus untuk industri, pabrikasi dan beberapa pola usaha lain memerlukan syarat legal tambahan, seperti Ijin Lingkungan (HO). Syarat legal lain menyesuaikan dengan jenis usaha yang Anda kelola.
Bank Indonesia mewajibkan bank untuk melaporkan kegiatan pemberian kreditnya debitur per debitur. Salah satu entry point yang digunakan adalah, pencantuman NPWP, yang untuk saat ini diberlakukan untuk besaran kredit Rp 50 juta ke atas. Untuk besaran kredit di bawah Rp 50 juta, cukup didukung dengan Surat Keterangan (Domisili) Usaha dari Kelurahan/Kecamatan setempat.
3. Usaha yang bersifat prospektif
Anda harus dapat meyakinkan bahwa usaha Anda berprospek cerah. Salah satunya, dari segi komoditi bisnis. Apakah komoditi yang kita angkat dalam usaha ini memang masih terus dibutuhkan di masa depan? Atau sesungguhnya pasar mulai jenuh menerima konten usaha Anda?
Kemudian, dari aspek makro ekonomi. Akankan komoditi bisnis Anda memiliki ancaman regulasi yang serius dari pemerintah beberapa waktu ke depan? Adakah kemungkinan, pemilik kran bahan baku sebagai hulu usaha akan dikuasai pihak lain yang secara analisis makro akan memonopoli harga sehingga berakibat pada ketiadaan daya beli masyarakat? Juga, apakah iklim politik kenegaraan yang tidak menentu bisa berakibat pada hilangnya pemasok dan larinya pembeli?
Bank tentu memiliki pengetahuan tentang proyeksi ini. Nah, tugas Anda adalah meyakinkan pihak bank, bahwa kemungkinan-kemungkinan negatif seperti di atas tidak akan berpengaruh banyak pada usaha Anda.
4. Tunjukkan keunggulan dan keunikan usaha Anda
Selain meyakinkan bank tentang cerahnya prospek komoditi usaha, Anda juga harus dapat menunjukkan keunggulan Anda sebagai pebisnis yang mumpuni. So, ini berkaitan dengan pola manajemen usaha, alias cara Anda melakukan pengelolaan usaha. Secerah apapun prospek bisnis yang Anda lakukan, takkan ada artinya bila Anda tidak mampu menunjukkan kemampuan mewujudkan prospek itu menjadi kenyataan.
Apakah Anda memiliki ide-ide dan inovasi yang brilian dalam rangka pengembangan usaha Anda? Tunjukkan kepada bank bahwa Anda memiliki keunggulan komparatif dibanding pesaing atau pemain bisnis serupa. Tunjukkan pula berbagai keunikan usaha dan pengelolaannya, sehingga usaha Anda menjadi “berbeda” dan layak menjadi pilihan bagi konsumen.
5. Memiliki tujuan/planning yg jelas (berikut besaran keperluan)
Dalam hubungannya dengan kredit, Anda harus memiliki rencana yang pasti akan penggunaan kredit yang Anda ajukan. Termasuk juga, besaran kredit yang Anda perlukan.
Anda harus mampu menjelaskan secara rinci rencana pemanfaatan, dan efek positif yang akan mewujud. Berapa persen peningkatan omzet yang bisa didapat dengan adanya kucuran kredit misalnya. Anda harus bisa memproyeksikan.
Anda juga harus menyatakan bahwa Anda memiliki komitmen yang tegas dalam pemanfaatan kredit, sehingga bank yakin bahwa kucuran kredit akan dioptimalkan untuk keperluan usaha sebagaimana direncanakan.
6. Rencana pengembalian
Dengan adanya rencana yang pasti dan proyeksi kemajuan yang akan diperoleh, maka Anda juga harus mampu memperlihatkan kepada bank tentang rencana sekaligus kemampuan dalam hal mengembalikan kredit. Semisal, dengan progres peningkatan omzet sebesar 40% di dalam satu periode usaha pasca pencairan. Dengan peningkatan laba bersih akibat kenaikan omzet, kapan Anda akan mulai mencicil pokok, atau bahkan melakukan pengembalian sekaligus?
Atau, adakah kemungkinan Anda akan mampu memutar hasil usaha itu untuk menghasilkan lonjakan peningkatan omzet lebih dari 40%, sehingga menurut Anda kredit layak diperpanjang? Nah, Anda harus memiliki pandangan ke depan yang jelas seperti itu.
7. Job description dan kaderisasi
Salah satu hal yang dapat menjamin keberlangsungan usaha di masa depan adalah kejelasan tugas antar pengelola usaha, baik Anda sebagai business owner maupun karyawan. Tidak boleh ada ketergantungan kepada satu personil saja, yang bahkan dapat menghentikan jalannya roda usaha manakala personil tersebut tidak ada. Pendek kata, usaha harus terus berjalan meskipun –misalnya– si pemilik sedang sakit. Jangan one man show.
Dalam konteks demikianlah, kaderisasi juga diperlukan. Anda harus meyakinkan bank, bahwa ketika terjadi sesuatu dengan Anda, maka usaha Anda telah memiliki penerus yang tak kalah cakap.
8. Siapkan sharing dana sendiri
Dalam mekanisme pemberian kredit, bank tidak diperkenankan memenuhi seluruh kebutuhan kreditnya (100%). Contoh, untuk investasi pabrik di lokasi baru senilai Rp 1 milyard. Dalam kisaran rata-rata ketentuan bank di Indonesia, Anda harus memiliki modal sendiri sebesar 35%, atau sekitar Rp 350 juta.
Demikian pula untuk modal kerja. Anda harus memiliki share modal sebesar 30%. Namun, khusus untuk modal kerja, share ini dapat berupa aktiva lancar (piutang atau persediaan), modal pesero, akumulasi laba ditahan, dan sebagainya.
Selain untuk menunjukkan kemampuan sendiri, Sharing Dana Sendiri (SDS) diperlukan untuk menunjukkan keseriusan Anda dalam berusaha, sekaligus untuk menciptakan komitmen moral antara debitur dan bank. Artinya, kedua pihak tentu tidak akan bersedia bekerja sama jika usaha yang dijalankan tidak mampu mengembalikan modal yang telah dikeluarkan oleh masing-masing pihak.
9. Sediakan agunan tambahan yang cukup
Sebagai bentuk lain pengembalian kredit, maka Anda harus menyediakan agunan (jaminan) tambahan, baik yang berupa fixed asset (tanah, bangunan, kendaraan) maupun current asset (tagihan, persediaan, uang kas, surat berharga) sebagai second way out (jalan keluar kedua).
Agunan yang utama (first way out) sesungguhnya adalah usaha yang dibiayai. Artinya, hasil usaha yang akan diperoleh itulah, yang harus bisa menutup kembali kreditnya. Agunan tambahan hanya akan digunakan jika hasil usaha Anda tidak dapat diharapkan lagi.
Berapa nilai kecukupan agunan tambahan? Rata-rata perbankan mensyaratkan kecukupan nilai jual cepat (nilai likuidasi) agunan sebesar lebih kurang 120% dari total kreditnya.
10. Memahami ketentuan kredit sekaligus menegosiasikannya
Sangat dianjurkan, bila sebelum mengajukan kredit ke bank, Anda telah mempelajari dan memahami seluk-beluk kredit perbankan. Pengetahuan tentang hal tersebut bisa Anda dapatkan dari berbagai sumber. Buku, media cetak seputar bisnis, keterangan dari petugas bank, brosur, informasi dari pengusaha lain yang telah berbank, dan sebagainya.
Apa keperluannya? Agar Anda dapat melakukan negosiasi terbaik terhadap bank. Misal, tentang suku bunga yang akan diterapkan. Atau bahkan, tentang skim (jenis) kredit yang paling cocok untuk keperluan Anda.
Pastikan bahwa apa yang nantinya menjadi tipe, struktur dan syarat dalam putusan kredit dapat Anda penuhi dengan baik, tidak memberatkan, dan sesuai dengan kondisi serta perkembangan usaha Anda.
DON’T : apa yang harus dihindari dan tidak boleh dilakukan
1. Bisnis remang-remang, “lampu merah”, atau terlarang
Jangan pernah sekali-kali mengajukan pinjaman untuk usaha Anda, jika usaha Anda merupakan bisnis terlarang. Misal, bisnis narkoba, obat palsu, kayu selundupan, barang impor ilegal, jual-beli satwa yang dilindungi, penyaluran TKI ilegal dan sejenisnya.
Juga, jika bisnis anda masuk wilayah yang banyak diistilahkan dengan istilah “bisnis remang-remang”, seperti prostitusi, diskotik liar dan hotel/penginapan berkonotasi “mesum”. Bank dilarang membiayai bisnis-bisnis seperti di atas, sebesar apapun prospek bisnis tersebut.
2. Berbohong tentang hubungan yang sedang/pernah terjalin dengan bank lain
Seringkali calon debitur menutupi keberadaan hutangnya kepada pihak lain (bank lain), dengan harapan akan memperoleh besaran hutang yang lebih banyak lagi. Ada juga yang sengaja menutupi prestasi buruk hutangnya di bank lain, agar bank barunya percaya kemampuan pemohon kredit.
Percuma! Anda justru akan langsung mendapat penilaian terburuk seputar karakter Anda, karena bank akan mengetahui kebohongan Anda. Bank memiliki berbagai instrumen untuk mengetahui hal-hal yang coba Anda tutupi, baik melalui Informasi Debitur Individual (IDI) Bank Indonesia, Daftar Hitam Bank Indonesia, serta berbagai informasi dari institusi-institusi terkait serta pengusaha rekanan bank.
3. Cacat kredit
“Cacat kredit” yang dimaksudkan di sini adalah performance kredit yang buruk di bank atau lembaga keuangan lainnya. Track record kredit yang buruk di bank akan menjadi faktor krusial yang menentukan kesediaan lembaga keuangan atau bank lain untuk menerima Anda sebagai salah satu debiturnya.
Intinya, jika saat ini Anda telah memiliki kredit, jaga sebaik-baiknya performance kredit anda sebagai kredit lancar. Kalaupun sedang bermasalah, segera selesaikan dan buktikan dalam perjalanan ke depan bahwa Anda tidak berpotensi menjadi debitur bermasalah kembali.
4. Merekayasa laporan keuangan dan informasi lainnya
Rekayasa laporan keuangan biasanya dilakukan dengan tujuan agar kondisi cash flow pemohon kredit terlihat lancar dan profitable.
Namun, di balik itu, rekayasa justru akan berbalik menjadi hal yang merugikan, karena:
(a) bank dapat “membaca” ketidakwajaran laporan keuangan usaha Anda, dengan membandingkan berbagai indikator ideal sebuah jenis usaha, plus cross check ke berbagai pihak yang berkaitan dengan usaha Anda, dan
(b) kebohongan yang terkuak –lagi-lagi– menyeret Anda kepada penilaian buruk tentang karakter. Dan jika sudah sampai kepada tataran tersebut, itu berarti Anda menutup pintu bank bagi Anda sendiri.
5. Jangan miliki ketergantungan
Usaha Anda tidak hanya tidak boleh tergantung pada satu key person saja, tapi juga tidak boleh tergantung pada segelintir pemasok ataupun pembeli saja. Ketergantungan dapat membuat usaha Anda terkena “serangan jantung” yang sifatnya tiba-tiba dan mematikan manakala rekanan tersebut menarik diri dari lingkaran bisnis Anda. Anda akan kelimpungan, dan roda perusahaan terancam berhenti.
Bank tidak akan mau mengambil risiko terlampau besar, jika kemungkinan akan terjadinya hal tersebut cukup potensial.
6. Berubah-ubah rencana
Jangan plin-plan dalam hal rencana pengembangan usaha Anda. Jika Anda telah mempertimbangkan masak-masak dan menetapkan akan mengajukan permohonan kredit untuk rencana A, komitlah dengan rencana tersebut. Masukan positif, sepanjang memperkuat pelaksanaan rencana A, silakan diserap.
Yang tidak dianjurkan adalah, ketika Anda telah mengajukan proses kredit, Anda berpikir untuk lebih baik melaksanakan rencana B. Ketika bank mencoba mengakomodir perubahan tersebut, Anda beralih lagi ke rencana C yang notabene sangat berbeda dengan rencana A dan B.
Apa yang ada di benak petugas bank? Anda bukan orang yang teguh pendirian, plin-plan, mudah terpengaruh, dan tidak bisa commited. Sangat mungkin apabila kredit telah dikucurkan, Anda akan dengan mudah mengalihkan penggunaannya kepada aktivitas usaha yang lain. Bahkan bisa jadi untuk perluan di luar usaha. Dan ini sangat buruk di mata bank.
7. Terlampau mendesak-desak
Anda boleh bersikap proaktif, tapi tidak boleh “hiperaktif” dalam upaya Anda memperoleh kredit. Sebagai lembaga intermediary, bank harus meyakinkan dirinya bahwa dana yang dikucurkan akan dapat dikembalikan dengan baik. Untuk itu, bank memerlukan waktu yang cukup untuk menganalisa kelayakan usaha Anda.
Sekedar saran, jangan Anda “mengintimidasi” bank. Meyakinkan bank adalah keharusan, tetapi “memaksa” dengan mem-pressure proses kredit adalah larangan. Bank akan kehilangan simpati sekaligus kepercayaannya kepada Anda, karena bisa jadi bank menilai bahwa Anda mendesak-desak dengan tujuan agar bank tidak sempat terlalu dalam ketika mengorek informasi tentang Anda dan usaha Anda.
Soal waktu dan momentum, percayalah, bahwa bank senantiasa memperhatikan hal tersebut, karena kredit bank sendiri memiliki prinsip tepat orang, tepat guna, tepat jumlah dan tepat waktu. Dan untuk itu, bank telah memiliki tingkat kewajaran dan maksimal akan durasi waktu proses kreditnya.
8. Mencoba mengiming-imingi petugas bank
Ini hal non teknis, yang ternyata banyak dilakukan oleh pemohon kredit. Entah iming-iming berupa uang, barang, janji, success fee dan sejenisnya bila kredit dapat dikucurkan. Petugas bank yang baik, tentu tidak akan terpengaruh dengan hal tersebut. Yang terjadi justru kontraproduktif bagi pemohon, karena merupakan indikasi akan ketidakpercayaan diri pemohon dan upaya penutupan “borok” usaha, sebagaimana kesimpulan yang bisa muncul di point 6 di atas.
Analoginya, perlukah kita menyogok petugas kepolisian jika kita yakin tidak melanggar peraturan lalu lintas? Perlukah kita meminta tolong makelar kredit jika kita yakin usaha kita memang layak dibiayai?
SUGGESTION : apa yang sebaiknya dihindari
рез. Mengambil kredit karena tergiur persuasi bank
Pernahkan Anda dirayu marketer kartu kredit, hingga akhirnya luluh dan meng-apply kartu kredit, padahal sesungguhnya Anda tidak membutuhkan? Atau, pernahkah Anda tergiur membeli barang yang semula tidak masuk ke dalam rencana belanja akibat bombardir persuasi oleh seorang Sales Promotion Girl?
Apa yang terjadi sesudahnya? Anda menjadi konsumtif, karena merasa “memiliki uang” dalam kartu. Akibat lain, pengeluaran bulanan Anda melonjak dari yang dianggarkan. Siapa yang merugi? Anda sendiri.
Ya, bagaimanapun, bank adalah lembaga bisnis, yang tentu saja berkepentingan dengan keberhasilan penyaluran kreditnya. Karenanya pula, kredit menjadi produk yang senantiasa berusaha dijual kepada publik dengan berbagai kemudahan dan keminimalan konsekuensi.
Sebagai pengusaha yang baik, Anda akan senantiasa mendapatkan tawaran semacam itu. Saran saya, jangan ambil kredit jika Anda tidak memiliki rencana pasti akan penggunaannya. Anda akan terjerat akan kewajiban kreditnya di kemudian hari, karena sangat mungkin pemanfaatan kredit Anda akan tidak terarah dan produktif.
2. Asal menerima kredit
Seringkali putusan kredit yang diberikan bank tidak sesuai dengan permohonan kredit Anda. Baik mengenai jumlah, cara pengembalian, maupun tipe struktur dan persyaratan kredit lainnya.
Apa yang dapat dilakukan?
Pertama, yakinkan bahwa Anda akan dapat memenuhi segala persyaratan yang ditetapkan.
Kedua, jika tidak, lakukan negosiasi dengan pihak bank.
Ketiga, jika negosiasi tidak menghasilkan win-win solution, jangan ambil kreditnya. Carilah bank lain yang bisa mewadahi kepentingan Anda.
Jangan takut tertolak di bank lain, sepanjang Anda memang memiliki bargaining power yang kuat tentang kebaikan karakter dan usaha.
Kalau Anda "asal" dalam menerima kredit, kondisi seperti gambaran point sebelumnya yang akan berimbas kepada kesulitan pengembalian merupakan keniscayaan bagi Anda.
Nah, saya berharap, ke-20 tips DDS (Do, Don’t and Suggestion) di atas dapat membantu Anda untuk lebih mantap dan percaya diri dalam mengajukan permohonan kredit ke bank, sehingga bank dapat menjadi pengatar Anda menuju tingkat kesuksesan yang lebih tinggi.
*) Fajar S Pramono, manajer pemasaran sebuah bank pemerintah, penulis buku "Rahasia Sukses Ngutang di Bank".
Related Keywords Search:
peluang usaha
usaha yang menguntungkan
usaha dengan modal kecil
peluang usaha modal kecilk
usaha modal kecil
peluang usaha peluang bisnis
bisnis usaha sampingan
usaha usaha sampingan
usaha rumahan modal kecil
usaha bisnis rumahan
usaha sampingan karyawan