Showing posts with label asn 2013. Show all posts
Showing posts with label asn 2013. Show all posts
Friday, January 4, 2013

Jelang UU Aparatur Sipil Negara (ASN), PNS Perlu Standar Kompetensi

Standar Kompetensi PNS dibutuhkan untuk membekali kemampuan teknis yang memadai kepada para pengelola kepegawaian agar dapat menyusun standar kompetensi jabatan di masing-masing unit kerja. Standar ini mutlak diperlukan untuk menyongsong bentuk baru kepegawaian negara dengan diberlakukannya RUU Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal ini mengemuka dalam kegiatan Piloting Standar Kompetensi Teknik (SKT) PNS yang digelar Pemkab bima dan BKN,  Piloting Standar Kompetensi Teknik (SKT), Kerjasama Pemkab Bima dengan BKN. Foto: bagian Humas Pemkab Bima

Pemkab Bima melalui Bagian Organisasi dan Pendayagunaan Aparatur Setda bermitra dengan Direktorat Standardisasi dan Kompetensi Jabatan Badan Kepegawaian Negara (BKN) RI mengadakan Piloting Standar Kompetensi Teknik (SKT) PNS. Kegiatan ini paralel dengan Penyusunan Rancangan Permen PAN  dan Reformasi Birokrasi tentang jabatan fungsional Analisis Jabatan (JFAJ). Muara akhirnya, kegiatan ini diharapkan dapat mewujudkan profesionalisme Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Pada kegiatan yang dilaksanakan di Aula Kantor Bupati Bima tersebut, Kabag  Organisasi dan Pendayagunaan Aparatur Setda Kabupaten Bima M. Antonius, S.STP dalam pengantarnya berharap,  kegiatan ini dapat membekali kemampuan teknis yang memadai kepada para pengelola kepegawaian agar dapat menyusun standar kompetensi jabatan di masing-masing unit kerja.

“Sesuai jadwal, kegiatan yang menghadirkan  55 SKPD yang berasal dari dinas, Badan, Kantor, 15 peserta dari BKD dan 6  peserta dari Bagian OPA ini akan berlangsung selama 3 hari yaitu  Rabu-Jumat, 28-30 Nopember 2012,” kata Anton.

Bupati Bima melalui Asisten Administrasi Umum Setda H. Makruf, SE dalam sambutan mengatakan, kegiatan yang mengundang 55 peserta yang merupakan Kasubag Umum dan kepegawaian beserta staf pengelola kepegawaian pada Seluruh SKPD lingkup pemerintah Kabupaten Bima ini cukup memberi warna bagi peningkatan kompetensi para pejabat pengelola bidang kepegawaian.

H. Makruf juga mengharapkan agar kegiatan yang bermitra dengan  BKN Pusat ini dapat memberikan input dan saran dalam penyusunan keputusan menyangkut jabatan fungsional dan analisis jabatan.

Sementara itu, Narasumber kegiatan Kasubid Perumusan Jabatan BKN RI Dra. Dewi Mutiarani mengatakan, untuk menyambut perubahan status PNS menjadi Aparatur Sipil,  maka perlu adanya 3 kompetensi yakni : Kompetensi teknis, Kompetensi Manajerial dan kompetensi sosia”.

Analisa jabatan akan menjadi aspek penting dalam manajemen kepegawaian, makanya ke depan dibentuk satu jabatan fungsional analis yang memenuhi beberapa persyaratan  dan betul-betul kompeten. “Salah satu aspek akan ada standar kompetensi sosial dalam perumusan standar kompetensi teknis PNS.  Oleh karena itu, kehadiran Tim BKN di Kabupaten Bima untuk menerima masukan sebagai acuan pembuatan pedoman,” ujarnya.

BKN RI akan merumuskan  pedoman sebagai acuan yang bisa dimanfaatkan oleh aparatur sipil nantinya. Selain itu, BKN RI akan membentuk jabatan fungsional yang mewadahi orang-orang yang sudah didiklatkan dan pada akhirnya bisa ditempati oleh mereka.

Read more ...
Monday, December 31, 2012

Jangan Sampai Tuntutan Korupsi PNS Dipelintir

Ketentuan pemecatan langsung bagi PNS terpidana korupsi bakal dipertahankan di Undang-undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang hampir rampung pembahasannya. Untuk memperkuat ketentuan itu, setiap penuntutan perkara korupsi PNS akan dikawal ketat sehingga tidak dipelintir menjadi tuntutan pidana lainnya.
Pengawalan ketat terhadap penuntutan tindak pidana korupsi yang melibatkan oknum PNS ini dipaparkan Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Wamen PAN-RB) Eko Prasojo. Dia mengatakan jika setiap PNS yang terlibat korupsi tidak bisa dialihkan tuntutannya menjadi penggelapan, penipuan, atau kejahatan non-korupsi lainnya.

“Korupsi itu adalah kejahatan dalam jabatan. Hukumannya adalah langsung pemecatan tanpa melihat bobot vonis hukumannya,” kata dia. Eko menuturkan baru tahu jika selama ini para jaksa nakal bisa mempermainkan tuntan dari awalnya korupsi menjadi kejahatan biasa lainnya.

Untuk itu, pihak Kemen PAN-RB akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk pengawalan penuntutan PNS yang terlibat kejahatan korupsi. Harapannya para jaksa tidak bisa bermain lagi setiap menuntut perkara korupsi PNS. Eko menginginkan RUU ASN yang akan menggantikan UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian tidak ada celah lagi bagi setiap PNS korup untuk berlindung.

Guru besar Universitas Indonesia (UI) itu memaparkan bahwa pihak yang akan memelototi setiap pelanggaran PNS nantinya adalah Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Hanya sayangnya, kinerja dari KASN ini bakal terbatas. Sebab KASN ini untuk sementara diproyeksikan hanya berkedudukan di Jakarta saja.
Selain bertugas mengawal setiap ada kasus hukum PNS, tim dari KASN nantinya juga mengawal setiap kali ada promosi atau mutasi jabatan. Dengan demikian, polemik adanya PNS narapidana atau mantan narapidana korupsi malah dipromosikan jabatannya tidak akan terulang lagi.

“Jangankan dipromosikan, dipertahankan saja (sebagai PNS, red) itu sudah melanggar ketentuan perundang-undangan,” papar Eko.

Dia berharap dalam waktu dekat pembahasan RUU ASN ini sudah tuntas di tingkat pemerintah. Sehingga bisa langsung disodorkan ke DPR untuk segera disahkan. Eko optimis dengan adanya RUU ASN ini, reformasi aparatur sipil negara bisa segera dijalankan.

Menurut Eko pembahasan soal hukuman bagi para PNS dalam draf RUU ASN tidak akan memerlukan waktu lama. Dia menyebutkan pembahasan RUU ASN yang masih alot adalah soal penetapan usia pensiun, pengelolaan tunjangan pensiun, dan peleburan seluruh tunjangan ke gaji pokok semuanya.

Read more ...
Friday, December 28, 2012

Banyak Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dimanfaatkan Sebagai Dukungan Politik

Dominasi secara kuantitatif Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi masalah dalam posisi politik. Terutama di daerah, PNS terjebak dalam pergumulan politik dan cenderung masuk arus sebagai sumber daya politik bagi calon pimpinan daerah. Konsekuensinya banyak PNS tidak kompeten menjadi pejabat atas dasar hadiah setelah memainkan peran politik seperti menjadi tim pemenangan calon kepala daerah.

Anggota Komisi II DPR Dr. Gamari Sutrisno mengatakan, posisi PNS semacam itu menjadi ancaman dari segi loyalitas dan fairness (keadilan) dalam pelayanan publik. Loyalitas PNS harus kepada negara dan bangsa bukan kepada aktor-aktor politik atau kepala daerah. Demikian halnya pelayanan, publik manapun sebagai konsumen atau yang berhak mendapat pelayanan, bukan hanya golongan tertentu.

Saat sosialisasi Rancangan Undang-undang (RUU) Administrasi Sipil Negara (ASN) di Yogyakarta, Jumat (30/11), dia menyatakan potensi dukungan politik dari PNS sangat besar jika dilihat dari segi jumlah yang mencapai 4,3 juta jiwa (87 persen) dari total pegawai pemerintah. Disusul para anggota Kepolisian Republik Indonesis 360 ribu (7 persen), dan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) 330 ribu.

Menurut dia RUU ASN mengagendakan adanya klausul tentang loyalitas dan netralitas PNS serta perubahan paradigm pegawai pemerintah sebagai pelayanan publik yang berstatus pegawai professional.

Persepsi anggota PNS selama ini bahwa jabatan tidak perlu dicari karena jabatan akan diperoleh sesuai masa kerjanya. Karena itu status pelayanan publik harus diubah menjadi “profesi” sebagai pengawai” negeri.

Profesi mengundang konsekuensi dari segi finansial pendapat setara dengan pegawai swasta, kenaikan jabatan berdasarkan kapasitas dan prestasi. Hal demikian belum diatur dalam UU Nomor 8/1974 jo UU Nomor 43/1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian Pegawai Negeri Sipil.

Menurut dia Draft RUU ASN secara eksplisit mencantumkan sistem rekruitmen dan promosi aparatur sipil negara berbasis kompetensi, bersifat transparan yang dilayani secara sentralisasi.

Kepala Lembanga Administrasi Negara Prof. Dr. Agus Dwiyanto menyatakan perubahan paradigm dan status PNS bukan sekedar ganti kulit, aspek substantive seperti jumlah pegawai dan kapasitas menjadi model perubahan yang bisa saja akan ditentang banyak pihak.

Walaupun demikian perubahan drastis perlu dilakukan untuk kepentingan masa depan PNS dan kemajuan birokrasi.***

Read more ...
Thursday, December 13, 2012

Golkar Dorong RUU ASN Segera Disahkan

Partai Golongan Karya menyampaikan pernyataan politik yang dihasilkan dari Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) IV akhir bulan lalu.  Sepuluh poin pernyataan politik dibacakan Ketua DPP PG Firman Subagyo dalam konfrensi pers yang dihadiri Ketua Umum PG Aburizal Bakrie, serta sejumlah petinggi Golkar lainnya seperti Idrus Marham, Agung Laksono, Sharif Cicip Sutardjo, dan lainnya.

Salah satu poinnya PG memandang penyelenggaraan pemilu era reformasi belum menampakkan hasil maksimal dalam membentuk pemerintahan yang baik, kuat dan efektif meningkatkan kesejahteraan rakyat serta tegaknya keadilan.

Atas dasar itu, kata Firman, PG mengajak kepada semua elemen bangsa menjadikan pemilu 2014 bersih, jujur dan demokratis serta bermartabat.      

“Sehingga menghasilkan anggota legislatif yang berkualitas dan pasangan presiden dan wakil presiden yang mampu menyelenggarakan pemerintahan yang baik, kuat untuk menjamin kesinambungan nasional,” katanya.      

Terkait penyelenggaraan pemilu, kata Firman, PG mendorong agar kode etik dan perilaku penyelenggara pemilu ditegakkan secara tegas dan konsekuen.      

Hal itu agar pemerintahan hasil pemilu 2014 menjadi pemerintahan yang baik, maka harus didukung oleh birokrasi yang profesional, kompeten, netral dan independen. “Atas dasar itu, Partai Golkar mendorong Rancangan Undang-undang Aparatur Sipil Negara segera dibahas di DPR dan disahkan menjadi Undang-undang,” katanya.

Read more ...
Friday, December 7, 2012

DPR Kecewa RUU ASN Mental dan Molor lagi

Komisi II DPR RI mengaku kecewa dengan belum disahkannya RUU Aparatur Sipil Negara (ASN) di masa sidang pertama ini. Menurut Wakil Ketua Komisi II DPR RI Abdul Hakam Naja, RUU ASN yang merupakan inisiatif dewan tersebut, sudah beberapa kali tertunda pengesahannya. “Kami sebenarnya sudah menargetkan saat paripurna terakhir masa sidang pertama, RUU ASN disahkan. Tapi ternyata, molor lagi karena pemerintah belum siap,” kata Hakam di Jakarta.

Di kalangan pemerintah, lanjutnya, masih belum satu visi tentang isi dari RUU ASN. Masing-masing memertahankan argumennya.

“RUU ASN ini untuk rakyat, kalau pemerintah memperlambat bagaimana bisa dinikmati rakyat. Harusnya wakil presiden turun tangan menyelesaikan masalah intern di kalangan eksekutif (Menkeu, MenPAN&RB, Mendagri),” terangnya.

Sementara itu Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN&RB) Azwar Abubakar mengatakan, pemerintah pada dasarnya mendukung RUU ASN. Beda pendapat dalam beberapa pasal RUU ASN merupakan hal wajar. Namun semangat pemerintah untuk mendukung RUU ASN sangat besar.

“Memang ada pertanyaan dari pak wapres mengapa sampai harus membuat UU baru, sementara sudah ada UU tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Setelah mendapatkan penjelasan yang jelas, Pak Wapres setuju perlu ada UU baru karena UU Kepegawaian yang ada tidak relevan lagi dengan kondisi sekarang,” bebernya.

Read more ...
Monday, December 3, 2012

Korupsi PNS Rawan Dipelintir Dalam Undang-Undang ASN

Keten­tuan pemecatan langsung bagi PNS terpidana korupsi bakal diper­ta­hankan di Undang-undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang hampir rampung pembahasannya. Untuk mem­per­kuat ketentuan itu, setiap penuntutan perkara korupsi PNS akan dikawal ketat se­hing­ga tidak dipelintir menjadi tuntutan pidana lainnya.

Pengawalan ketat terhadap penuntutan tindak pidana korupsi yang melibatkan ok­num PNS ini dipaparkan Wakil Menteri Pendayagunaan Apa­ratur Negara dan Reformasi Bi­rokrasi (Wamen PAN-RB) Eko Prasojo. Dia mengatakan jika setiap PNS yang terlibat ko­rupsi tidak bisa dialihkan tuntutannya menjadi peng­ge­la­pan, penipuan, atau keja­ha­tan non-korupsi lainnya.

”Korupsi itu adalah keja­hatan dalam jabatan. Hukum­an­­nya adalah langsung peme­catan tanpa melihat bobot vonis hukumannya,” kata dia. Eko menuturkan baru tahu jika selama ini para jaksa nakal bisa mempermainkan tuntan dari awalnya korupsi menjadi kejahatan biasa lainnya.

 Untuk itu, pihak Kemen PAN-RB akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung (Ke­ja­gung) untuk pengawalan pe­nuntutan PNS yang terlibat ke­jahatan korupsi. Harapannya pa­ra jaksa tidak bisa bermain la­gi setiap menuntut perkara ko­rupsi PNS. Eko mengingin­kan RUU ASN yang akan me­ng­gantikan UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-po­kok Kepegawaian tidak ada celah lagi bagi setiap PNS korup untuk berlindung.

 Guru besar Universitas In­donesia (UI) itu mema­par­kan bahwa pihak yang akan meme­lototi setiap pelanggaran PNS nantinya adalah Komisi Apa­ratur Sipil Negara (KASN). Hanya sayangnya, kinerja dari KASN ini bakal terbatas. Sebab KASN ini untuk sementara diproyeksikan hanya berke­dudukan di Jakarta saja.

 Selain bertugas mengawal setiap ada kasus hukum PNS, tim dari KASN nantinya juga mengawal setiap kali ada pro­mosi atau mutasi jabatan. De­ngan demikian, polemik ada­nya PNS narapidana atau man­tan narapidana korupsi malah dipromosikan jabatannya ti­dak akan terulang lagi.

”Jangankan dipromosikan, dipertahankan saja (sebagai PNS, red) itu sudah melanggar ketentuan perundang-undang­an,” papar Eko.

 Dia berharap dalam waktu dekat pembahasan RUU ASN ini tuntas di tingkat peme­rintah. Sehingga bisa langsung disodorkan ke DPR untuk disahkan. Eko optimistis deng­an adanya UU ASN , reformasi apa­ra­tur sipil negara bisa segera dijalankan.

 Menurut Eko pembaha­san RUU ASN yang masih alot ada­lah soal penetapan usia pen­siun, pengelolaan tun­jangan pensiun, dan peleburan selu­ruh tunjangan ke gaji pokok semuanya.

Read more ...
Friday, November 30, 2012

PNS Berganti Nama ASN, Uang Pensiun Diganti Pesangon

Usia pensiun PNS diisukan akan bertambah menjadi pada umur 58 tahun dari saat ini 56 tahun, sedangkan pejabat eselon II dan I, usia pensiunnya adalah 60 tahun. Selain itu, uang pensiun PNS akan diberikan sekaligus berupa pesangon setelah tugas dan jabatan mereka selesai dengan jumlahnya Rp 500 juta sampai dengan Rp 1 miliar.

Isu tersebut beredar melalui pesan singkat berantai yang diterima ponsel sejumlah PNS di Pemkab, sejak beberapa waktu lalu. Menurut pesan singkat tersebut, ketentuan baru mengenai usia pensiun PNS serta adanya kebijakan pesangon itu berkaitan dengan akan berubahnya status PNS menjadi aparatur sipil negara (ASN), mulai Januari 2013 nanti.

Kabid Adiministrasi dan Pengembangan Pegawai, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Ahmad Nasir, di kantornya, baru-baru ini, mengakui pihaknya telah mengetahui ada pesan singkat berantai yang sempat membuat para PNS bertanya-tanya tersebut. Menurutnya, isi pesan singkat tersebut sebagian masih berupa isu, dan sebagian lagi belum ada kepastian, lantaran undang-undang mengenai ASN, hingga saat ini belum dibahas oleh DPR.

“Kami perlu menegaskan, bahwa informasi tersebut belum bisa dipastikan kebenarannya, karena sampai dengan saat ini, belum ada aturan yang memuat ketentuan mengenai hal itu. Kemudian, sumber dari pesan singkat itu juga tidak jelas, meski ada yang menyatakan sumbernya dari orang yang mengaku sebagai anggota DPR RI,” tuturnya.

Nasir mengungkapkan, saat ini memang telah beredar lewat situs internet, draf rancangan undang-undang tentang ASN. Antara lain, di dalamnya menyebutkan, ASN terdiri atas PNS dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) pemerintah.

Kemudian, usia pensiun ASN adalah 58 tahun untuk pejabat administrasi, 60 tahun untuk pejabat eksekutif senior yang menduduki puncak jabatan dari suatu instansi, serta untuk pejabat fungsional, sesuai ketentuan yang mengatur tentang pejabat fungsional tersebut.

“Kalau berdasar draf tersebut memang benar usia pensiun pejabat administrasi ASN adalah 58 tahun. Namun perlu diingat, ketentuan tersebut baru sekadar draf, yang informasinya saat ini baru masuk dalam prolegnas (program legislasi nasional) dan sama sekali belum dibahas. Jadi, jelas hal itu belum ada kepastian,” tandasnya.

Adapun mengenai uang pesangon, yang menurut pesan singkat itu adalah, untuk ASN masa kerja 20 tahun ke atas dengan golongan kepangkatannya II mendapatkan Rp 500 juta, kemudian golongan III Rp 1 miliar, dan golongan IV Rp 1,5 miliar, Nasir mengatakan, hal tersebut tidak ada ketentuannya dalam draf UU tentang ASN tersebut.

“Belum ada ketentuan yang mengatur mengenai uang pesangon tersebut, baik dalam draf UU tentang ASN tersebut, maupun peraturan pemerintah lain mengenai kepegawaian  yang saat ini ada,” terangnya lagi.

Read more ...