Rancangan Undang-Undang Pemerintah Daerah (RUU Pemda) mewacanakan pengalihan belanja pegawai kabupaten dan kota ke provinsi. Tujuan pengalihan belanja pegawai ini adalah agar kabupaten dan kota lebih konsentrasi membangun daerahnya.
”Anggaran yang harus dialokasikan pos belanja pegawai negeri begitu besar porsinya sehingga daerah lambat tumbuh membangun daerahnya. Kondisi ini jadi hambatan peningkatan kualitas pelayanan ke masyarakat,” ujar Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo pada seminar ”Peran Badan Pemeriksa Keuangan dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah” di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (30/1).
Pengalihan belanja pegawai jadi beban provinsi mempertimbangkan kapasitas fiskal provinsi jauh lebih besar ketimbang kabupaten/kota. Rata-rata 50 persen pendapatan provinsi bersumber dari pendapatan asli. Provinsi juga memiliki kewenangan lebih sedikit daripada kabupaten/kota karena tidak melayani publik secara langsung.
Menurut Ganjar, Rancangan Undang-Undang Pemerintah Daerah (RUU Pemda) yang masih dibahas di DPR akan merevisi UU No 32/2004. Di sektor pemerintah, UU No 32/2004 mengatur soal urusan wajib skala provinsi. Urusan wajib skala kabupaten/kota dan urusan pilihan kabupaten/kota juga akan difokuskan menjadi pengembangan potensi unggulan di daerah.
Ia mencontohkan belanja pegawai negeri di Jawa Tengah yang rata-rata porsinya di tiap kabupaten/kota adalah 58,57 persen. Bahkan, di Klaten, porsi pos belanja pegawai 71,61 persen, Karanganyar 70,12 persen, Purworejo 68,58 persen, dan Temanggung sebesar 67,85 persen.
Di samping itu, banyak daerah yang pendapatan asli daerahnya terbatas sehingga sangat tergantung pada bantuan pemerintah pusat. Dia mencontohkan, persentase dana perimbangan terhadap total pendapatan daerah sejumlah kota mencapai lebih dari 70 persen, misalnya Grobogan 79,11 persen, Brebes 78,49 persen, dan Solo 67,96 persen.
Ganjar mengatakan, pengaturan anggaran dalam RUU Pemda bertujuan meminimalkan praktik penyalahgunaan keuangan negara. Dari laporan Indonesia Corruption Watch 2011, empat profesi teratas yang terlibat kasus korupsi adalah pegawai negeri dengan 239 kasus, direktur swasta/rekanan kantor 190 kasus, anggota DPR/DPRD 99 kasus, dan kepala dinas 91 kasus.
Data Kementerian Dalam Negeri 2004-2012 menunjukkan, 173 kepala daerah menunggu diperiksa penegak hukum dalam kasus dugaan korupsi.
Sekretaris Daerah Jawa Tengah Hadi Prabowo menyebutkan, perbaikan kinerja aparat pemerintah belum memuaskan. Hal itu bisa dilihat dari hasil pemeriksaan keuangan pada 2011, yaitu masih 28 kabupaten/kota yang laporan keuangannya mendapat predikat wajar dengan pengecualian.
Jepara, Boyolali, Semarang, Banyumas, Kebumen, Solo, serta Jawa Tengah dapat penilaian wajar tanpa pengecualian.