Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melarang penerimaan pegawai negeri sipil (PNS) pada pemerintah daerah yang boros, yaitu memiliki alokasi belanja pegawai di atas 50 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), kata Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
Selain melihat alokasi belanja pegawai, dalam penerimaan pegawai juga akan dilihat indikator kebutuhan dan beban tugas jabatan yang akan diterima.
“Tapi itu harus dipenuhi dua poin itu. Jadi jangan belanja pegawai jangan sampai 70 persen, harus di bawah 50 persen,” ujar Gamawan Fauzi saat ditemui usai Rapat Koordinasi RKP 2014 di Gedung Menteri Perekonomian, Jakarta, Kamis (7/2).
Tahun ini pemerintah merencanakan untuk merekrut sekitar 60 ribu PNS seiring dengan dicabutnya moratorium penerimaan PNS.
Menurut dia, untuk mengantisipasi membengkaknya belanja pegawai kembali, pihaknya melarang penambahan pegawai honorer di instansi pemerintahan. “Kita sudah tegaskan ke daerah untuk tidak menambah pegawai honorer, silahkan risikonya di daerah,” tukasnya.
Di sisi lain, kata dia, kemendagri akan segera menertibkan tiga pejabat daerah yang mendapatkan tunjangan di atas Rp50 juta oleh sekretaris daerah (Sekda). “Kami akan segera menertibkan agar tidak mengganggu kondisi fiskal daerah dan menyebabkan disparitas dengan daerah lain,” ucapnya.
Ia mengatakan, tiga daerah tersebut adalah DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Pendapatan pejabat daerah ini besar karena selain tunjangan juga menerima honor-honor lain. Pengaturan tersebut merujuk pada PP 109 yang menyatakan harus sesuai kemampuan keuangan daerah.
“Itu tidak boleh lagi seperti itu, maksimal 10 kali gaji, yang terbesar. Kalau dulu bisa Rp 1 miliar sebulan di masa lalu, untuk yang besar. Tapi itu sudah kita tertibkan,” kata dia.
Menurut dia, saat ini sedang dirumuskan besaran tunjangan pejabat negara. Ke depan, pendapatan lain seperti upah pungut harus dihilangkan. “‘Take home pay’ pejabat daerahnya akan turun, ini yang sudah kita delapan kali rapat, dan mungkin ribut juga,” ujarnya.