Ketapang – Sebanyak 145 honorer Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Ketapang mendatangi kantor DKP, Jumat (8/2) pagi. Mereka menuntut gaji bulan Desember 2012 dan Januari 2013 yang belum dibayar.
Meskipun gaji mereka belum dibayarkan selama dua bulan, para pekerja ini tetap dipekerjakan oleh dinas terkait demi menjaga kebersihan kota. Padahal sebagian dari mereka hanya bergantung kepada penghasilan dari pekerjaan ini.
“Kalau ada kerjaan sampingan masih mending, kalau tidak ada bagaimana. Saya sudah 14 tahun bekerja, sejak gajinya masih Rp50 ribu per bulan. Itu juga bisa naik kalau kami demo dulu,” kata seorang pekerja yang enggan disebutkan namanya.
Para pegawai non PNS ini menuntut agar gaji mereka segera diberikan. Mereka mengeluh karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dipenuhi dari gaji ini. Untuk satu bulan bekerja, pegawai non PNS ini digaji antara Rp750 ribu hingga Rp850 ribu.
Selain itu, para pekerja ini mempertanyakan terkait jaminan kesehatan mereka. Beberapa tahun belakangan, para pekerja ini bekerja tanpa ada jaminan kesehatan. “Dulu masih ada, tapi sekarang sudah tidak ada lagi. Di rumah ada kartu Jamsostek, tapi tidak bisa digunakan lagi,” ungkapnya.
Sekretaris Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Ketapang Supardi saat dikonfirmasi membenarkan hal itu. Dia mengatakan keterlambatan itu disebabkan oleh perubahan mekanisme pencairan anggaran di Biro Keuangan Daerah Ketapang. Untuk semua kegiatan itu, tidak serta-merta disepakati sekaligus.
“Kita harus menunggu dulu, tidak seperti tahun lalu yang bisa satu per satu. Jika satu program selesai, maka bisa diproses sendiri di bagian keuangan. Tapi untuk tahun ini, kita harus menunggu dulu semua program kegiatan, baru kita ajukan,” jelasnya.
Pihaknya mengaku sudah selesai mengurus segala macam yang terkait dengan pencairan dana itu, hanya tinggal mengajukan Surat Perintah Pembayaran (SPP).
“Sebenarnya kami sudah mengusahakan untuk mengajukan dari Desember 2012, tapi karena masih ada program-program yang lain yang masih diproses, makanya harus menyatu, mungkin minggu ini sudah bisa dicairkan, karena SPP-nya sudah kita ajukan,” ujarnya.
Perihal Jamsostek, Supardi mengaku itu tidak ada. Pihaknya baru akan dikontrakkan dengan asuransi. Belum masuknya honorer tersebut ke Jamsostek terkait dengan anggaran dana. Sementara untuk jaminan kecelakaan kerja, juga baru akan dimasukkan tahun ini yang masuk dalam anggaran. Dananya ada dan akan diusahakan. Jamsostek itu sudah diajukan, namun tidak mendapat persetujuan dari eksekutif.
Terkait dengan upah minimum kabupaten, pihaknya mengaku sudah pernah mengajukan kenaikan gaji meskipun tidak sesuai dengan UMK. Namun belum mendapatkan persetujuan dari eksekutif dan legislatif. Menurutnya, untuk tenaga honor itu rata-rata gajinya Rp750 hingga Rp850 ribu.
Dia juga mengungkapkan, UMK itu sebenarnya tergantung kemampuan. Kalau memang tidak mampu tidak usah dipaksakan. Pemerintah saja tidak hanya dinas DKP saja yang di bawah UMK. Namun, yang lain juga yang non PNS masih banyak yang di bawah UMK. Dia menegaskan, program pegawai non PNS ini akan terus berjalan, karena dana yang dianggarkan dari APBD memang di bawah UMK.
“Kita terlalu bernafsu. UMK tinggi kalau tidak dipatuhi, sama saja. UMK Rp 1.050.000 saja masih belum semuanya yang mematuhi, apalagi Rp 1.500.000,” ujarnya.
Sedangkan inisiatif untuk mengadakan dana talangan untuk membayar tunggakan gaji ini, pihaknya tidak mau melakukannya. Padahal dia menyadari kalau masalah perut tidak bisa ditunda. Pihaknya hanya berusaha untuk mempercepat pencairan dana itu. “Untuk melakukan pinjaman itu ada bunganya,” pungkasnya. (jay)