boikot pajak menjadi trending topic dalam beberapa pekan terakhir. Isu ini dipicu oleh hasil Musyawarah Nasional Nahdlatul Ulama (NU) di Cirebon. Hasil Munas itu tercipta seiring maraknya pemberitaan tentang kasus korupsi yang dilakukan oleh oknum pegawai pajak. Masyarakat kemudian menganggap bahwa uang pajak mereka dikorupsi oleh pegawai pajak.
Terkait hal itu, Khatib Am Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Malik Madani menilai bahwa boikot pajak sebenarnya belum ada. Dia menjelaskan hasil Munas NU di Cirebon tidak pernah menyerukan pemboikotan pajak. “Itu cuma sebuah warning saja. Langkah itu dilakukan agar Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tidak kehilangan legitimasi di mata rakyat,” kata dia.
Ditjen Pajak menjelaskan bahwa isu itu merupakan bentuk salah kaprah pemberitaan di media bahwa uang pajak diambil pegawai pajak. Secara sistem semua pembayaran pajak langsung masuk ke bank dan diadministrasikan ke kas negara. Pegawai pajak tidak akan bisa mengeluarkan uang pajak ini dari bank. Jadi, tidak pernah ada uang pembayaran pajak yang masuk ke kas negara dan dikorupsi oleh pegawai pajak.
Madani pun setuju bahwa kasus korupsi tidak bisa hanya dipersalahkan ke Ditjen Pajak. “Korupsi itu sudah semakin meluas bukan hanya melibatkan oknum pajak. Dana sudah siap disalurkan oleh berbagai sektor namun saat di tengah jalan ditemukan penyelewengan korupsi oleh oknum DPR dan pejabat,” katanya. Karena itu, menurutnya perlu adanya tindakan tegas kepada para koruptor tersebut.
Ulama NU ini pun menyambut baik upaya penerapan whistle blowing system untuk mencegah adanya korupsi dalam pajak. “Ada positif dan negatif dari penerapan sistem ini. Positifnya adalah untuk mempercepat pemulihan sistem perpajakan. Sementara negatifnya adalah intrik-intrik/saling curiga antar pegawai. Ini justru bisa menjadi kontraproduktif,” kata dia.
Madani menilai bahwa pajak sangat diperlukan untuk membiayai pembangunan nasional. “Indonesia sendiri beraneka ragam dan luas wilayahnya. Tentunya pembangunan nasional tak bisa berjalan tanpa adanya pajak,” ungkapnya. Karena itu menurutnya, demi kemaslahatan umat dan pembangunan nasional maka pemungutan pajak diperbolehkan dalam agama.
Pemboikotan pajak menurutnya, justru sangat merugikan bagi bangsa dan negara. “Ya, jelas itu sangat kontraproduktif dalam upaya pemerintah untuk menggenjot pembagunan nasional,” ujarnya.
Dia setuju dengan upaya Ditjen Pajak untuk melakukan tindakan tegas kepada wajib pajak yang menunda pembayaran pajak. Seperti diketahui, Ditjen Pajak tidak pernah memberikan toleransi bagi wajib pajak yang tidak mau membayar pajak. Selaku institusi yang mengemban amanat pemungutan pajak berdasarka UU, Ditjen Pajak memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi administrasi berupa denda. “Wajar-wajar saja ingin menegakkan hukum di sebuah instusi,” katanya.
Untuk ke depannya, Malik menyarankan agar Ditjen Pajak melakukan pendekatan dialog ke pihak atau masyarakat yang enggan atau bahkan memboikot pajak. ”Perlu pendekatan dari pemerintah untuk meluruskan itu,” katanya. Pendekatan itu bisa melalui penjelasan tentang manfaat pajak bagi pembagunan nasional.
Sistem perpajakan juga perlu diperbaiki. Caranya dengan lebih memaksimalkan pengawasan internal melalui fungsi inspektorat dan lembaga yang sudah ada. “Ketika pengawasan maksimal, diharapkan seluruh fungsi lainnya juga maksimal,” ujarnya.